Selasa, 01 Mei 2018


Materi Pancasila sebagai Sistem Etika

            Pancasila sebagai sistem etika, dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri setiap individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas dalam kehidupan bermasycarakat, berbangsa, dan bernegara.

   A.     Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1.      Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika
a.       Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia.

b.      Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika keutamaan, teleologis, deontologis.
·         Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya kepada keberadaan manusia, lebih menekankan pada What should I be?, atau “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”.
·         Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Etika teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Aliran-aliran etika teleologis, meliputi eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.
·         Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat. Kewajiban moral mengandung kemestian untuk melakukan tindakan.
Aliran Etika dan Karakteristiknya
Aliran
Orientasi
Watak nilai
Keterangan

Etika Keutamaan

Keutamaan atau kebajikan

Disiplin, kejujuran, belas kasih, murah hati, dan seterusnya

Moralitas yang didasarkan pada agama kebanyakan menganut etika keutamaan.

Teleologis
Konsekuensi atau akibat

Kebenaran dan kesalahan didasarkan pada tujuan akhir

Aliran etika yang berorientasi pada konsekuensi atau hasil seperti: Eudaemonisme, Hedonisme, Utilitarianisme.
Deontologis
Kewajiban atau keharusan

Kelayakan, kepatutan, kepantasan

Pandangan etika yang mementingkan kewajiban seperti halnya pemikiran Immanuel Kant yang terkenal dengan sikap imperatif kategoris, perbuatan baik dilakukan tanpa pamrih.

c.       Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.

2.      Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup. Namun, diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat mitos. Misalnya, korupsi terjadi lantaran seorang pejabat diberi hadiah oleh seseorang yang memerlukan bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar.

   B.     Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika
Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara.
2.      Korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya.
3.      Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak.
4.      Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain.
5.      Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya.

   C.     Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
1.      Sumber historis
a.       Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
b.      Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika disosialisasikan melalui penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7.
c.       Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hiruk- pikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik.

2.      Sumber sosiologis
Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.

3.      Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit. 
Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu:
a.        Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan.
b.      Dimensi sarana memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-institusi sosial.
c.       Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai pihak yang menentukan rasionalitas politik.

   D.    Membangun Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika
1.      Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat musyawarah untuk mufakat.

2.      Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu.  

3.      Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral.

   E.     Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
1.      Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
a.       Pertama, hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral.
b.      Kedua, hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa.
c.       Ketiga, hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau kelompok.
d.      Keempat, hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
e.       Kelima, hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

2.      Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.       Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara.
b.      Kedua, Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
c.       Ketiga, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang berjiwa Pancasilais.
d.      Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.

   F.      Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila- sila Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.

Pentingnya pancasila sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi rambu normatif untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara, seperti korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Pertemuan Kesepuluh dan Kesebelas Jakarta, 3 Mei 2018 Pertemuan  Kesepuluh dan Kesebelas Pada pertemuan k esepuluh d...